Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, menghadapi larangan bepergian ke luar negeri setelah lolos dari mosi pemakzulan di parlemen.
Larangan ini muncul menyusul kontroversi seputar upaya sepihaknya untuk memberlakukan darurat militer, yang memicu kecaman luas dari publik dan lembaga negara.
Darurat Militer dan Tindakan Kontroversial
Larangan bepergian tersebut dikonfirmasi oleh Kantor Investigasi Korupsi Korea Selatan pada Senin (9/12).
Polisi mengeluarkan pencekalan ini saat jaksa sedang mempertimbangkan kemungkinan menjatuhkan dakwaan kepada Presiden Yoon atas tuduhan upaya pemberontakan melalui pemberlakuan darurat militer yang gagal pada 3 Desember lalu.
Upaya darurat militer ini disertai dengan pengerahan pasukan khusus ke gedung parlemen, dengan tujuan menghalangi anggota parlemen yang hendak membatalkan kebijakan tersebut.
Komandan pasukan khusus yang terlibat telah meminta maaf secara terbuka atas tindakan tersebut.
Selain itu, mantan Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong Hyun, juga ditangkap atas dugaan menjadi salah satu dalang dalam upaya darurat militer tersebut.
Mosi Pemakzulan dan Respon Parlemen
Tindakan Presiden Yoon memicu demonstrasi besar-besaran di seluruh negeri dan mosi pemakzulan oleh parlemen.
Namun, upaya ini gagal karena anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai pendukung Yoon, melakukan walk-out dari sidang pemungutan suara.
Parlemen yang dikuasai oposisi hanya membutuhkan delapan suara tambahan dari PPP untuk mencapai mayoritas dua pertiga yang diperlukan untuk meloloskan mosi pemakzulan.
Meski selamat dari pemakzulan, tekanan terhadap Yoon terus meningkat. Partai pendukungnya bahkan mendesak agar ia mengundurkan diri dan diskors dari tugasnya untuk menjaga stabilitas negara.
Permintaan Maaf Publik Presiden Yoon
Dalam pidato publik yang berlangsung singkat pada Sabtu (7/12), Presiden Yoon meminta maaf kepada rakyat Korea Selatan.
Ia mengakui bahwa keputusannya memberlakukan darurat militer telah menciptakan keresahan dan kecemasan di tengah masyarakat.
“Deklarasi darurat militer ini muncul dari keputusasaan saya sebagai pemimpin yang memegang tanggung jawab tertinggi atas urusan negara,” ungkap Yoon.
Awalnya, Yoon berdalih bahwa darurat militer diperlukan untuk melindungi negara dari infiltrasi ideologi komunis Korea Utara.
Namun, penyelidikan mengungkap bahwa kebijakan itu sebenarnya bertujuan mencegah parlemen memakzulkannya dan menghindari penyelidikan kriminal terhadap dirinya serta istrinya.
Masa Depan Politik di Ujung Tanduk
Meski berhasil bertahan dari pemakzulan, posisi politik Yoon semakin rapuh. Kritik dari dalam partainya sendiri dan tekanan publik membuat masa depannya sebagai presiden berada dalam ketidakpastian.
Saat ini, Korea Selatan menghadapi tantangan besar untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan menghindari krisis politik yang lebih dalam.
Eksplorasi konten lain dari Reportasee.com™
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.